
Dalam sejumlah kesempatan, Anies Baswedan menegaskan bahwa kebijakan subsidi di Indonesia, khususnya terkait bahan bakar minyak (BBM), mobil listrik, dan kebutuhan pokok lainnya, belum berjalan secara optimal seringkali tidak sampai kepada mereka yang paling membutuhkan. Karena itu, ia menyerukan reformasi besar dalam penyaluran subsidi agar adil, transparan, dan tepat sasaran.
Anies memaparkan beberapa data yang menggambarkan ketimpangan dalam penerimaan subsidi. Untuk subsidi solar, sebanyak 89 persen justru dinikmati oleh dunia usaha, sementara hanya 11 persen yang sampai ke keluarga. Dari kelompok keluarga tersebut, 95 persen adalah keluarga mampu, sedangkan hanya 5 persen yang benar-benar kurang mampu. Kondisi serupa juga terjadi pada Pertalite, di mana subsidi yang semestinya dinikmati kelompok pra-sejahtera justru lebih banyak diserap oleh mereka yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria.
Selain BBM, Anies juga menyinggung soal kebijakan subsidi pada kendaraan listrik. Menurutnya, subsidi mobil listrik lebih banyak menguntungkan mereka yang sudah mampu, baik dari sisi pembeli maupun produsen, sementara kelompok masyarakat umum tidak merasakan manfaat signifikan. Padahal, jika diarahkan pada kendaraan umum, subsidi akan lebih berdampak luas karena transportasi publik melayani jumlah penumpang yang jauh lebih banyak sekaligus membantu mengurangi polusi dan kemacetan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Anies mengajukan sejumlah solusi. Pertama, menyiapkan sistem baru dalam penyaluran BBM subsidi dengan mekanisme pengendalian yang berbasis identifikasi penerima yang jelas, bukan sekadar kuota. Kedua, memastikan bahwa subsidi betul-betul dinikmati oleh kelompok yang membutuhkan seperti petani, nelayan, serta keluarga pra-sejahtera yang selama ini kurang terjangkau. Ketiga, menerapkan keadilan dalam kebijakan subsidi kendaraan dengan memprioritaskan kendaraan umum agar manfaat lingkungan dan efisiensi transportasi bisa dirasakan secara kolektif. Selain itu, Anies juga menekankan bahwa reformasi subsidi harus menyentuh aspek tata niaga pangan, harga pupuk, pakan ternak, dan distribusi hasil pertanian agar biaya produksi dapat ditekan dan kesejahteraan petani serta nelayan meningkat.
Menurut Anies, reformasi subsidi sangat penting dilakukan. Efisiensi anggaran negara menjadi alasan utama, karena subsidi yang salah sasaran hanya membebani APBN tanpa manfaat yang sepadan. Dari sisi sosial, subsidi yang lebih banyak dinikmati kelompok mampu justru memperlebar jurang ketimpangan, sementara tujuan awal subsidi adalah membangun keadilan sosial. Dari sisi lingkungan, kebijakan subsidi yang salah arah dapat menimbulkan masalah baru seperti kemacetan, polusi, dan penggunaan energi yang boros.
Meski gagasan ini memiliki tantangan, Anies menilai langkah reformasi tetap harus diambil. Salah satu tantangan utama adalah ketersediaan data yang akurat untuk membedakan keluarga mampu dan tidak mampu. Selain itu, transparansi dan pengawasan juga perlu ditingkatkan agar subsidi tidak bocor atau dimanipulasi. Di sisi lain, infrastruktur pendukung seperti distribusi BBM, transportasi publik, dan sistem birokrasi harus diperkuat agar reformasi bisa berjalan efektif.
Bagi Anies, seruan reformasi subsidi bukan sekadar kritik, melainkan ajakan untuk memperbaiki sistem demi keadilan. Dengan kebijakan yang tepat sasaran, subsidi bisa benar-benar membantu kelompok rentan, mengurangi ketimpangan, memperkuat kesejahteraan rakyat, sekaligus meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran negara. Reformasi ini, menurutnya, adalah langkah penting menuju Indonesia yang lebih adil dan berkelanjutan.